Dugaan yang sedang muncul di masyarakat bahwa banyak makanan dan minuman yang dijual mengandung bahan-bahan berbahaya bukan hal yang tabu lagi. Dalam sebuah laporan investigasi di salah satu TV swasta, terkuak sudah penggunaan bahan berbahaya untuk pangan yang melebihi ambang batas yang dianjurkan Pemerintah, antara lain boraks, formalin, tawas, serta zat pewarna tekstil. Bukan hanya itu, pedagang-pedagang nakal yang senang berjualan makanan dengan bahan berbahaya mengincar anak-anak di usia sekolah sebagai populasi konsumen yang cukup prospektif.
Menyeramkan rasanya bila sebagian besar makanan yang gemar dikonsumsi masyarakat mengandung bahan berbahaya. Tidak menutup kemungkinan bahwa makanan yang bersifat alami pun seperti sayur dan buah juga mendapat zat berbahaya di luar pestisida. Berarti makanan sudah tidak aman untuk dimakan, lantas mau makan apa?
Keesokan paginya setelah hampir keracunan karena pecel ayam, saya menderita muntaber yang tidak terlalu parah. Lalu saya makan gudeg dan gulai krecek yang dijual di tukang sayur yang mangkal depan rumah. Saya enggan memakannya, lalu saya memanggil Ibu untuk menunjukkan sesuatu aneh yang saya dapati dengan jelas di penampang makanan yang kelihatannya rapi, bersih dan sedap.
Ketika saya buka, saya cium makanan tersebut. Terdapat bau yang tidak khas gudeg dan gulai krecek dan ketika makanan itu dibalik dan diaduk dengan sendok, saya mendapati nangka menunjukkan warna dan tekstur yang tidak biasa. Aneh. Timbul bintik-bintik putih kecil yang hanya bisa dilihat dengan jelas menggunakan kaca pembesar. Saya mengingatkan Ibu agar tidak menyantapnya.
Untung saja ada tikus yang terperangkap di dapur. Saya sengaja memasang perangkap tikus dekat kamar mandi karena binatang hama ini acapkali muncul dari saluran pembuangan di kamar mandi. Menjijikkan memang. Apa salahnya bila makanan yang baru saja saya beli, saya berikan kepada tikus? Toh, tikus juga suka makanan sisa. Saya berikan sesendok gulai krecek dan gudeg di tempat yang terpisah. Meskipun tikusnya hitam, tetap saja bisa dijadikan tikus percobaan seperti mencit. Saya melihat reaksi yang tidak biasa. Setelah satu jam saya berikan makanan mencurigakan tersebut, tikusnya berbaring lemah dan “klepek-klepek”, namun tidak mati.
Kemudian ada anak kucing depan rumah yang sedang nangkring berjemur. Hari itu memang cukup cerah. Saya bujuk kucingnya dan memberikan makanan mencurigakan itu padanya dengan terlebih dulu mencampur kaldu ebi dan ekstrak ikan (bumbu dapur) ke dalam makanannya. Biasanya kucing itu gemar menyantap campuran nasi dengan ebi dan ekstrak ikan yang sering saya tinggalkan tepat depan pintu rumah, namun entah mengapa kucing enggan melahapnya. Dari dua percobaan tadi, itu berarti makanannya beracun, meskipun tidak mengalami uji mikrobiologi dan kimiawi. Percobaan ini juga bisa Anda lakukan di rumah.
PENAMBAHAN ZAT BERBAHAYA DALAM MAKANAN
Bahan tambahan makanan (food additives) adalah senyawa atau campuran senyawa kimia yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan (non bahan tambahan makanan) namun oleh masyarakat dijadikan bahan tambahan makanan. Dan ini merupakan salah satu masalah mental masyarakat. Formalin adalah nama dagang formaldehida yang dilarutkan dalam air dengan kadar 36 – 40 %. Formalin biasa juga mengandung alkohol 10 – 15 % yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi.
Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq. Merupakan kristal lunak lunak yang mengandung unsur boron, berwarna dan mudah larut dalam air. Boraks merupakan garam Natrium Na2 B4O7 10H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri non pangan khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Gelas pyrex yang terkenal dibuat dengan campuran boraks. Boraks sejak lama telah digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan kecap.
Meskipun Badan POM telah melarang penggunaan formalin dan membatasi penggunaan boraks dalam masyarakat, para pedagang nakal tetap menambahkan zat berbahaya dalam takaran yang asal kira, tanpa takaran baku yang sesuai standar kesehatan. Boraks dan formalin, sebagai contoh, begitu bebas dijual di pasaran. Di salah satu pasar tradisional di kawasan Jakarta Selatan, saya mendapati boraks dengan mudah dan murah. Cukup Rp. 3.000,- per kantong sudah bisa memiliki 200 gram boraks bubuk. Tidak ada label nomor registrasi Badan POM pula.
Zat-zat berbahaya yang terakumulasi dalam tubuh dapat mengakibatkan kanker, kegagalan fungsi ginjal dan hati, hingga kerusakan sistem syaraf. Pemerintah sejauh ini belum serius mengatasi masalah maraknya PJAS (panganan jajanan anak sekolah) yang mengandung bahan berbahaya.
Kini yang menjadi pertanyaan saya: Kemarin formalin, kini boraks, besok makan apa ketika semua bahan makanan terkontaminasi? Pilihan hidup sehat ada di tangan Anda.
PENULIS Joshua Martin Limyadi (E-Mail: kompasiana@limyadijoshua.co.cc)
SUMBER TULISAN: Baca di Link ini
Untuk antisipasi beberapa ulah nakal pengusaha dengan menggunakan bahan berbahaya pada makanan, "EASY TEST" melounching beberapa produk test kit untuk analisis bahan berbahaya pada makanan. BEBERAPA PRODUK yang sudah kami launching dan sudah kami pasarkan meliputi beberapa produk test kit seperti di bawah ini,
- Test Kit FORMALIN (Baca Info Lengkapnya di Link INI)
- Test Kit Borax atau Boraks (Baca Info Lengkapnya di Link INI)
- Test Kit Pewarna Batik Merah atau Rhodamin B- (Baca Info Lengkapnya di Link Ini)
- Test Kit Pewarna Batik Kuning atau Methanyl yellow - Metanil Yellow, Methyl Yellow- (Baca Info Lengkapnya di Link INI)
BACA INFO PRODUK LAIN SECARA LENGKAP DI "EASY TEST" atau di "JC for ONLINE"
Tag: analisis cepat, bahan berbahaya pada makanan, easy test, info kita, test kit, test kit borak, test kit formalin, test kit methanyl yellow, test kit pewarna batik, test kit rhodamin b
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar